Setiap periode pasca letusan gunung berapi vulkanis, dengan
intensitas hujan yang meningkat, selalu sering ditulis tentang ‘ bahaya
lahar dingin’ yang mengacu pada material muntahan gunung berapi yang
dihanyutkan oleh hujan menjadi aliran lahar yang sangat besar skala
ukuran kuantitas volumenya dengan daya rusak yang dahsyat pada apapun
yang dilaluinya ; hunian dan infrastruktur seperti jembatan.
Namun ternyata istilah ‘lahar dingin’ itu salah kaprah menurut Surono
yang kini menjabat Kepala Badan Geologi Kementrian ESDM. Berikut
kutipannya: Mantan Kepala Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Badan Geologi yang pada 2007
memantau langsung geliat Gunung Kelud ini menegaskan, hanya ada istilah “lahar letusan” dan “lahar hujan” dalam “kamus” letusan gunung.
Jadi ‘lahar letusan’ adalah
material vulkanik yang dimuntahkan oleh gunung saat meletus, sedangkan
‘lahar dingin’ adalah timbunan material vulkanik yang dihanyutkan oleh
air hujan.
Dari beberapa stasiun TV, hanya
Kompas TV yang sangat responsif , menjadi yang pertama dalam mengganti
istilah ‘lahar dingin’ menjadi ‘lahar hujan’ mulai hari ini, sementara
stasiun TV milik partai tertentu masih terbawa kesalahan bahasa dengan
melaporkan terus menerus tentang ‘lahar dingin’.
0 Comments: